Materi Dakwah - Krisis Pemimpin Profetik

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Saya ingin tahu
kaka saya ingin tahu
 ibu saya ingin tahu
setiap abad setiap tahun setiap hari setiap detik manusia ingin tahu
 sekarang penonton disini ingin  tahu
orang ini bercakap apa ya
ya penonton di sini telah kena penasaran
keingintahuaan, seperti hari pertama masuk sekolah
apabila belajar alfahbet a b c
belajar hitung 1 2 3
tetapi selepas huruf c kemudian hurup apa
dan selepas no 3 kemudian no berapa
hadirin walhadirat rohimakumullah
saya berdiri di depan tidak untuk mengajar alfahbet dan tidak untuk belajar menghitung
tetapi akan mengangkat tema yang berjudul  “krisis pemimpin PROFETIK”

Pemimpin Berkarakter Profetik
Sangatlah tepat apabila Micheal H. Hart menempatkan Nabi Muhammad saw dalam urutan pertama di antara seratus tokoh yang paling berpengaruh. Perubahan yang dilakukan olehnya masih terasa sampai saat ini. Ajarannya senantiasa dilaksanakan terus-menerus oleh umatnya tanpa perubahan apa pun. Seorang manusia yang pantas untuk dijadikan figur pemimpin. Pemimpin dalam segala hal. Pemimpin yang memberikan contoh langsung pada pengikutnya. Bukan janji belaka tetapi bukti nyata yang dapat diterima oleh semua manusia.
Keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad saw tidak terlepas dari aspek keteladanan dan kepribadiannya. Karakteristik kepemimpinan politik Nabi sebagai negarawan berpijak pada sifat-sifat kenabian yang melekat pada dirinya. Maka Aspek terpenting diteladani dari Nabi dalam konteks politik adalah kepemimpinan politiknya yang didasarkan pada empat sifat kenabian yang meliputi; Shiddiq (terpercaya), amanah (tanggung jawab), tabligh (penyampai), fathonah (cerdas) sebagaimana yang dihafalkan oleh anak-anak dalam pengajian mereka.
 Menurut Dr. Firdaus Muhammad, dosen Komunikasi Politik UIN Alauddin Makassar, keempat sifat mulia itu disebut juga dengan politik profetik, yakni konsep perpolitikan yang berdasar pada nilai-nilai kenabian. Politik profetik atau politik kenabian meniscayakan sosok pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya, dapat dipercaya dan memiliki kecakapan serta mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik. Politik profetik yang merujuk pada sifat kenabian Nabi Muhammad saw, itu dapat dinarasikan sebagai  berikut.
Pertama, sosok pemimpin politik profetik diniscayakan memiliki sifat siddiqh atau terpercaya. Dalam tata bahasa Arab, kata shiddiq itu berada di atas shadiq yang berarti orang paling jujur atau terjujur dalam sebuah komunitas. Mungkin saja banyak orang jujur dalam komunitas itu, tapi bisa dipastikan hanya satu dua yang paling jujur di antara mereka. Shiddiq itu bisa dianalogikan seperti kejujuran dan kepolosan bayi. Apa yang ada dalam hati dan pikirannya, itulah yang diungkapkan dan dilakukan tanpa bertendensi apapun. Tanpa memperdulikan pencitraan. Tapi, shiddiq itu bukan pula berarti hantam kromo.
Kegagalan para pemimpin belakangan ini karena hilangnya rasa kepercayaan publik terhadap dirinya. Pemimpin shiddiq memiliki pengertian bahwa pemimpin selalu dianggap berada dalam tataran slogan kebenaran dan jujur dalam ucapan dan perbuatannya. Segala sesuatu yang diucapkan jangan pernah ada punya tendensi pribadi atau didasari oleh self interest dan emosional pribadi serta kelompok tertentu, tetapi semua yang diucapkan oleh didasari atas panduan bisikan hati nurani.
Kedua, amanah. Seorang pemimpin harus memiliki komitmen dan  bertanggungjawab atas masyarakat atau negara yang dipimpinnya. Seorang pimpinan baru dapat dikatakan amanah jika hasil pekerjaan tidak ada penyelewengan atas jabatannya dan tidak takut ketika diaudit oleh akuntan public, baik di saat ataupun sesusai menjabat, karena memang ia bekerja on its track (di jalannya).
Ketiga, seorang pemimpin politik profetik mesti memiliki kecakapan (fathonah), terutama cakap bertindak cepat dalam mengatasi masalah. Selama ini, sejumlah pimpinan negara lamban dalam bertindak ketika negaranya menghadapi krisis, bahkan lebih dominan pemimpin yang kaku dalam aturan birokratis yang dibuatnya sendiri. Seorang pemimpin harus cerdas secara intelektual juga memiliki kesigapan bertindak yang benar demi kemaslahatan umat.
Keempat, tabligh. Nabi memiliki kefasehan beretorika, sangat komunikatif, baik komunikasi secara verbal maupun nonverbal. Karenanya, sebagai komunikator, seorang pemimpin itu harus memiliki dua faktor penting dalam komunikasi yakni kepercayaan audiens/lawan bicara (source credibility) dan daya tarik (source attraction) yang didasari oleh frame of reference (kerangka dasar ilmu) dan field of experience (lingkup pengalaman). Kemampuan berkomunikasi akan sangat menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam melaksanakan tugasnya.
Pemimpin politik yang berkarakter  profetik seperti uraian di atas yang rakyat Negara ini dambakan saat ini agar bisa keluar dari pelbagai kesialan (krisis) yang sedang berkelit berkelindan. Sehingga negeri ini bisa menegakkan kepalanya di depan komunitas dunia dan berdiri di atas kakinya sendiri. Semoga.

Amien ya alllah ya raball alamin

Komentar